Doa Seorang Anak yang Lapar dan Haus di Pangkuan Musim

Rabu, 30 Maret 2022 19:15 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kepada tetesan keringat ayah: aku mendaraskan napas kehidupan dengan kedua telapak tangan tengadah dan basah oleh air mata yang tak kunjung mengering, sebab padamu perutku tak lagi lapar dan haus - Silivester Kiik [2022]

Tuhan musim panen hendak tiba

tetapi lihatlah—“padi tak menunduk ke tanah

jagung berdiri tanpa sehelai rambut

kacang, singkong dan sabahat lainnya

menghadap matahari tanpa nyawa”.

 

Tubuh hujan mungkin sudah lelah

—tak lagi bergairah memangku bumi

dan perlahan menyerahkan nyawanya pada terik

untuk menjatuhkan segalanya yang bernapas.

 

Kepada tetesan keringat ayah—“aku mendaraskan napas kehidupan

dengan kedua telapak tangan tengadah dan basah oleh air mata

yang tak kunjung mengering, sebab padamu perutku tak lagi lapar dan haus”.

 

Oh, ibu—“setiap gerak jarimu merajut cinta, sehalus sutra sebening air

dengan setetes diam sabdamu kepada Tuhan, perutku tak lagi lapar dan haus”.

 

Kepada tanah, air dan karang-karang hitam di telaga

adakah esok segala cinta masih terbaca dalam ayat-ayat perjalanan?

atau hanya mengunjungi rumah-rumah sebagian orang

yang suka bercanda dalam dosa—untuk menyalibkan kasih

yang dimuliakan dari kelahiran bumi

sehingga berkat yang jatuh hanyalah sebuah dongeng semata.

 

Oh, Tuhanku: berapa lama lagi?

 

Atambua, 23 Februari 2022

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Silivester Kiik

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Di Tepi Setapak

Jumat, 5 Januari 2024 07:31 WIB
img-content

Membahasakan Sepi Rintik

Selasa, 2 Januari 2024 19:30 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua